KPU Akui Pengadaan Cloud Sirekap Pemilu Bekerjasama dengan China

Komisi Pemilihan Umum (KPU) akhirnya mengakui adanya campur tangan perusahaan teknologi Alibaba dalam Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap). Pengadaan dan kontrak komputasi awan atau cloud Sirekap Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 memang berasal dari perusahaan raksasa assl China itu.
Fakta ini disampaikan Perwakilan KPU, Luqman Hakim saat mengikuti sidang lanjutan sengketa informasi antara Yayasan Advokasi Hak Konstitusional (Yakin) dan KPU di Kantor Komisi Informasi Pusat (KIP), Jakarta, Rabu 13 Maret 2024. Saat menjawab pertanyaan Ketua Majelis Komisi, Syawaludin, Luqman mengakui adanya kontrak pengadaan antara KPU dengan Alibaba.
Kontrak antara KPU dan Alibaba merupakan salah satu informasi yang dimohonkan kepada KPU. Karena tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan akhirnya pihak Yakin melaporkan KPU ke KIP. Namun KPU berdalih kontrak dengan Alibaba adalah informasi yang dikecualikan.
KPU mengatakan kontrak dengan Alibaba berbahaya jika diungkap ke publik karena memuat kerangka acuan kerja (KAK) dan data pribadi. Anggota majelis komisi, Rospita Vici Paulyn menegaskan berdasarkan Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2021 disebutkan bahwa pengadaan barang dan jasa merupakan informasi yang terbuka serta wajib sifatnya untuk diumumkan secara berkala. Rospita menilai KAK dan data pribadi hanya merupakan salah satu bagian isi kontrak.
"Kalau mengacu lagi ke Undang-Undang Nomor 14/2008 (tentang Keterbukaan Informasi Publik), perjanjian dengan pihak ketiga adalah informasi yang terbuka," ujarnya. Rospita menjelaskan dokumen kontrak pengadaan dengan Alibaba adalah bukti bahwa lembaga tersebut benar-benar menjalin kerja sama dengan pihak ketiga. Seharusnya dokumen itu bisa ditunjukkan KPU ke publik karena merupakan informasi terbuka. "Betulkah seluruh dokumen itu kemudian ditutup untuk publik sehingga publik tidak bisa tahu? Benar enggk ada kontrak terkait pengadaan server ini? Berapa nilainya? Kepada siapa? Sampai kapan kontrak itu berlangsung? Di mana kontraknya dilaksanakan? Saya mau tahu itu," ujar Rospita.
Sementara itu Ketua Yakin, Ted Hilbert menilai jawaban KPU tidak masuk akal atau irasional. Jika alasannya adalah keamanan siber, KPU menurut Ted bisa menutup informasi yang penting saja dalam dokumen kontrak dengan Alibaba. Ted mengatakan masyarakat perlu mengetahui lokasi server KPU agar tidak menimbulkan kontroversi.
"Di masyarakat umum adalah klaim server ada di China, di Prancis. Kami sendiri sudah melakukan analisis dan kami bisa melihat bahwa banyak alamat IP terkait infrastruktur KPU ada di Singapura. Jadi jelas ada berbagai alat kemanan siber atau server di Singapura itu terkait pelanggaran hukum atau potensi pelanggaran hukum. Jadi, bagi kami infromasi itu sangat penting," ujar Ted.
Sebelumnya pakar informatika Roy Suryo membongkar fakta server website milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu ternyata tidak berada di Indonesia melainkan di Singapura. Hal ini mengomentari kisruh formulir C1 dengan hasil Sirekap di website pemilu2024.kpu.go.id.
Dikutip dari kanal YouTube Officialinsews, Sabtu 17 Februari 2024, Roy mengatakan website pemilu2024.kpu.go.id menggunakan IP Address 170.33.13.55 yang setelah ditelusuri merupakan milik perusahaan Alibaba Cloud yang berbasis di Singapura. Sedang website pemilu2024.kpu.go.id, terhubung dengan Zhejiang Taobao Network Co., Ltd. Roy menjelaskan, Alibaba hosting umumnya dipakai perusahaan swasta untuk e-commerce. Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) ini pun mempertanyakan keabsahan data di website tersebut.
"Jadi data-data penting pemilu kita akan campur dengan jutaan data lain dan ini berisiko bocor. Atau kalau ada gangguan server, maka data pemilu jadi terganggu," ujarnya. Roy mengatakan bahwa banyak data e-commerce di Asia Tenggara disimpan di Alibaba. Jika data dalam server itu tercampur dengan berbagai data di luar negeri, maka data pemilih itu tidak bisa dikontrol. Termasuk data itu berpotensi disalahgunakan.
"Logikanya kita punya data penting, tapi kita tidak simpan sendiri. Kita simpan di orang lain. Artinya kita tidak akan tahu siapa saja yang akan mengakses itu," kata Roy. Mantan politikus Partai Demokrat ini heran dengan tindakan KPU yang telah mempertaruhkan data yang sangat penting itu. Pasalnya server yang menampung data ratusan juta warga Indonesia ini terhubung langsung dengan perusahaan di Singapura tersebut. "Waduh! Kok berani-beraninya KPU mempertaruhkan data yang sangat krusial dalam kepentingan pemilu ini di luar negeri," ujar pria asal Yogyakarta ini.
(Rilis GBN.Top)