Tak Mampu Atasi PETI Kuansing, Mahasiswa Minta Kapolri Copot Kapolda Riau dan Evaluasi Polres Kuansing

Kuansing Riau. Beredar spanduk bertuliskan “Kuansing darurat lingkungan kapolda Riau evaluasi Pollres Kuansing” pada Kamis tanggal 25 Januari 2024 didepan jembatan penyeberangan MTC Mall Jl. Subrantas Kota Pekanbaru.
Kemudian pada Jumat 26 Januari 2024 kembali beredar spanduk yang bertuliskan “Copot Kapolda Riau, Copot Kapolres Kuansing, Usut Mafia Tambang” di Simpang IV Flyover Mall SKA Pekanbaru. Foto spanduk tersebut terpantau dibagikan oleh salah satu anggota group WhatsApp SEKITAR KUANSING yang bernama Deki Irawan.
Deki Irawan, melalui konfirmasi media mengatakan, “Ya….benar Bang, saya yang membagikan foto spanduk tersebut di group WhatsApp SEKITAR KUANSING. Spanduk itu kami pasang sudah melalui konsolidasi bersama kawan-kawan Mahasiswa Kuansing dari 3 kampus yang ada di Pekanbaru yaitu UNRI, UIN SUSKA, dan UIR”.
Lanjut Deki mengatakan “konsolidasi yang kami lakukan bersama beberapa ketua Mahasiswa kecamatan Kuansing yang ada di Pekanbaru dan Ketua IPMAKUSI Pekanbaru adalah terkait berita panas aktivitas PETI (Pertambangan Emas Tanpa Izin) di DAS Kuantan Kec. Hulu Kuantan” ucap Deki.
Sementara itu, Ketua IPMAKUSI (Ikatan Pemuda Mahasiswa Kuantan Singingi Pekanbaru) mengatakan kepada awak media senin, 29 Februari 2024, “betul saya bersama teman-teman Mahasiswa dan beberapa ketua paguyuban kecamatan telah melakukan konsolidasi dan aksi pemasangan spanduk di depan Mall MTC Jl. Subrantas Pekanbaru dan di Flyover Simpang IV SKA Pekanbaru terkait spanduk yang kami pasang tersebut adalah bentuk kekecewaan dan protes kami selaku mahasiswa Kuansing terhadap lalainya aparat penegak hukum dalam menjaga lingkungan yang ada di Kuansing”.
Lanjut Zulfajri mengatakan, “bagaimana tidak, sangat miris rasanya masyarakat kita di Hilir sungai Kuantan sedang kebanjiran sedangkan di Hulu DAS Kuantan para cukong bebas melakukan pertambangan emas tanpa izin menggunakan 4 excavator. Sebelumnya, kami sudah mendesak Kasat Reskrim Polres Kuansing dengan mengirimkan pesan WhatsApp agar pemodal dan pemilik dari aktivitas PETI ini segera ditangkap, tapi sayang jawaban beliau hanya normative menurut kami dan sampai sekarang penindakan tidak jelas bak ditelan bumi seperti hal nya kasus meninggalnya pekerja PETI di Kenegerian Kopah yang prosesnya tidak jelas sampai mana, untuk itu dari konsolidasi kami, kami sepakat menuntut: 1. Agar Kapolri mencopot Kapolda Riau karena tidak serius dalam penindakan PETI yang ada di Kabupaten Kuantan Singingi; 2. Kami mendesak evaluasi Kapolres Kuansing beserta jajaran karena lalai dan melakukan pembiaran terhadap aktivitas PETI di Hulu Sungai Kuantan; 3. Kami akan melakukan aksi media, pemasangan spanduk, dan unjuk rasa di Mapolda Riau dan Mabes Polri; 4. Kami mendesak agar aparat penegak hukum menangkap pemodal dan pemilik excavator PETI di Kecamatan Hulu Kuantan ”. Tutup Zulfajri
Sebelumnya dikutip dari media investigasi86.com “Narasumber juga menyebutkan jika Tuan Takur dari aktivitas tambang emas illegal tersebut biasa dipanggil dengan nama Pilis” (Narasumber) Sementara itu, Pilis saat dikonfirmasi investigasi86 dirinya menyebutkan bahwa benar adanya 4 alat berat jenis excavator didalam area tambang emas tersebut.
“Iya memang benar, saat ini ada 4 alat berat didalam sana” ucap Pilis, Jumat 19-01-2024. Salah seorang pekerja tambang emas illegal yang tidak mau disebutkan namanya menyebutkan bahwa ramainya alat berat yang masuk ke ujung sungai kuantan itu lantaran hasilnya sangat menggiurkan meskipun setiap satu unit alat berat dimintai uang payung sebesar Rp 150 juta untuk bisa bekerja di lokasi tertambang tersebut “ya gak masalah bagi pemain tambang itu untuk mengeluarkan uang sebesar Rp. 150 juta itu Bang, lantaran hasil yang didapatkan dari 8 hari kerja sangat fantastis, 1 alat berat bisa mengeluarkan 1,4 kg emas murni Bang” ucap narasumber yang tidak mau disebutkan namanya kepada investigasi86. Pilis saat dikonfirmasi terkait uang Rp.150 juta itu, dirinya menyebutkan bahwa uang tersebut untuk sejumlah oknum APH, oknum wartawan, dan oknum perangkat desa.